Sekar
Marijan Kartosuwiryo (Jawa Barat)
Sekar
Marijan Kartosuwiryo mendirikan Darul Islam (DI) dengan tujuan menentang
penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17
Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Upaya
penumpasan dengan operasi militer yang disebut Operasi Bharatayuda. Dengan
taktis Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962, Kartosuwiryo berhasil ditanggap
oleh pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Akhirnya Kartosuwiryo
dijatuhi hukuman mati 16 Agustus 1962.
Ibnu
Hadjar (Kalimantan Selatan)
Ibnu
Hadjar alias Haderi bin Umar alias Angli adalah seorang bekas
Letnan Dua TNI yang kemudian memberontak dan menyatakan gerakannya sebagai
bagian DI/TII
Kartosuwiryo. Dengan pasukan yang dinamakannya Kesatuan Rakyat Yang Tertindas,
Ibnu Hadjar menyerang pos-pos kesatuan tentara di Kalimantan Selatan dan melakukan
tindakan-tindakan pengacauan pada bulan Oktober
1950. Untuk menumpas
pemberontakan Ibnu Hajar ini pemerintah menempuh upaya damai melalui berbagai
musyawarah dan operasi militer. Pada saat itu pemerintah Republik Indonesia masih memberikan kesempatan
kepada Ibnu Hadjar untuk menghentikan petualangannya secara baik-baik, sehingga
ia menyerahkan diri dengan kekuatan pasukan beberapa peleton dan diterima
kembali ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia. Tetapi setelah menerima
perlengkapan Ibnu Hadjar melarikan diri lagi dan melanjutkan pemberontakannya. Pada
akhir tahun 1954,
Ibnu Hajar membulatkan tekadnya untuk masuk Negara Islam. Ibnu Hajar diangkat
menjadi panglima TII wilayah Kalimantan. Perbuatan ini dilakukan lebih dari
satu kali sehingga akhirnya Pemerintah memutuskan untuk mengambil tindakan
tegas menggempur gerombolan Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 pasukan
gerombolan Ibnu Hadjar dapat dimusnahkan dan lbnu Hadjar sendiri dapat
ditangkap. Gerakan perlawanan baru berakhir pada bulan Juli 1963. Ibnu Hajar dan anak
buahnya menyerahkan diri secara resmi dan pada bulan Maret 1965 Pengadilan Militer
menjatuhkan hukuman mati kepada Ibnu Hajar.
Daud
Beureueh (Jawa Tengah)
Kahar
Muzakkar (Sulawesi Selatan)
Abdul
Kahar Muzakkar (ada pula yang menuliskannya dengan nama Abdul Qahhar
Mudzakkar; lahir di Lanipa, Kabupaten Luwu,
24 Maret
1921 – meninggal 3 Februari
1965 pada umur 43 tahun;
nama kecilnya Ladomeng) adalah seorang figur karismatik dan legendaris
dari tanah Luwu,
yang merupakan pendiri Tentara Islam Indonesia di Sulawesi.
Ia adalah seorang prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang
terakhir berpangkat Letnan Kolonel atau Overste pada masa itu.
Ia tidak menyetujui kebijaksanaan pemerintahan presiden Soekarno
pada masanya, sehingga balik menentang pemerintah pusat dengan mengangkat
senjata. Ia dinyatakan pemerintah pusat sebagai pembangkan dan pemberontak. Pada
awal tahun 1950-an ia memimpin para bekas gerilyawan Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tenggara mendirikan TII (Tentara Islam Indonesia) kemudian
bergabung dengan Darul Islam (DI), hingga di kemudian hari
dikenal dengan nama DI/TII di Sulawesi
Selatan dan Tenggara. Pada tanggal 3 Februari
1960, melalui Operasi Tumpas, ia
dinyatakan tertembak mati dalam pertempuran antara pasukan TNI dari satuan
Siliwangi 330 dan anggota pengawal Kahar Muzakkar di Lasolo. Namun tidak pernah
diperlihatkan pusaranya, mengakibatkan para bekas pengikutnya mempertanyakan
kebenaran berita kejadiannya. Menurut kisah, jenazahnya dikuburkan di Kilometer
1 jalan raya Kendari,sulawesi tengara. Tapi sampai saat ini banyak yang tidak
percaya atas kepergiannya karena belum ada bukti nyata tentang keberadaannya di
sana.
Amir
Fatah (Jawa Tengah)
Amir
Fatah bernama lengkap Amir Fatah Wijaya Kusumah, adalah salah satu pimpinan Hizbullah Fisabilillah
di daerah Besuki,
Jawa Timur
sebelum bergolaknya pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah.
Ketika Perjanjian Renville ditanda tangani oleh pihak Belanda
dan Indonesia,
maka semua kekuatan Republik diharuskan hijrah ke Jawa Tengah, termasuk
kesatuan Hizbullah dan Fisabilillah yang dipimpinnya. Pada tahun 1950, ia memproklamirkan
wilayahnya merupakan bagian DI/TII Kartosuwiryo. Melalui operasi yang dilakukan
oleh TNI
untuk sementara waktu kekuatan mereka melemah tetapi akibat ada pembelot,
kekuatan DI/TII Amir Fatah kembali kuat. Pada akhirnya pasukan Amir Fatah dapat
ditaklukkan di perbatasan Pekalongan - Banyumas .
Pemberontakan dilandasi ketidakpuasan kepada pemerintah
BalasHapusDalam pemberontakan ada yang berhasil dan ada yang gagal, komentar balik dong ke blog saya www.goocap.com
BalasHapusKami tetap negara islam .bukan demokrasi babi
BalasHapusDarur islam didirikan di daerah ug masih di kuasai belanda,sdg wilayah repulik indonesia menurut perjanjian renvil hanya tggal jawa selain jawa barat.jadi nenek moyang kami mendiriksn nrhata islam bukan di wilayah yg di klaim komunis sokarno
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusItu salah itu, daud Beureuh harusnya Aceh...
BalasHapussuatu saat tanah tumpadmh darah kita ini akan di miliki kembali setelah kapir sukarno dan antek anteknya menjajah
BalasHapusYang komentar banyak yang tidak paham sejarah, jadi kacau sad salah akhirnya bangsa Indonesia yang hancur
BalasHapus